Penerapan Ilmu Fisika dalam Bidang Medis

Berikut ini adalah contoh peran fisika dalam pengembangan teknologi terapi khususnya pada terapi kanker.
Terapi Radiasi
Terapi radiasi atau radioterapi adalah terapi kanker atau penyakit lainnya menggunakan radiasi pengion. Radiasi pengion ini ketika mengenai atom-atom sel mengakibatkan ionisasi pada atom-atom dalam sel yang pada gilirannya mematikan sel-sel tersebut. Radiasi pengion ini dibedakan dalam dua kelompok yaitu foton (radiasi gamma dan sinar-x) dan partikel (neutron, proton, pion, ). Semua jenis terapi radiasi memiliki batasan yang sama yaitu memberikan doses radiasi sebanyak mungkin kepada sel-sel jaringan tumor/kanker dan meminimalkan doses yang diterima oleh sel-sel jaringan sehat di sekitarnya. Kerusakan jaringan sehat adalah sumber utama efek samping dalam terapi radiasi. Terapi radiasi menggunakan foton gamma dan sinar-x menghasilkan efek samping yang cukup signifikan karena interaksi foton dengan atom-atom yang dilaluinya menghasilkan ionisasi sepanjang jejaknya. Hal ini membatasi pemberian doses pada sel-sel kanker yang menjadi target. Untuk mengurangi efek samping tersebut pemberian radiasi dapat dilakukan dengan cara memutar sumber radiasi di sekeliling tubuh pasien dengan jaringan target sebagai pusat rotasinya, dengan demikian jaringan kanker menerima radiasi terus menerus sedangkan jaringan sehat di sekitarnya menerima radiasi dalam waktu yang singkat (Kusminarto dkk, 2004). Upaya lain untuk mengurangi efek samping tersebut adalah dengan menggunakan radiasi partikel yang di antaranya dibahas berikut ini.
Terapi Proton 
Terapi proton Proton adalah nukleon (penyusun inti atom) bermuatan listrik positif satu. Inti isotop 1 H adalah proton. Menggunakan mesin akselerator, proton ini dipercepat sampai energi yang diinginkan untuk dapat menembus ketebalan jaringan tubuh tertentu menuju jaringan target. Proton bermuatan listrik dan bermassa oleh karena itu 16 interaksinya dengan atom-atom yang dilalui yang mengakibatkan ionisasi didominasi oleh interaksi Coulomb. Pada proton berkecepatan masih tinggi (dan tentu juga energinya), nilai kehilangan energi persatuan panjang jejak/lintasan hanya kecil. Nilai ini semakin besar dengan berkurangnya energi proton dan sangat efektif ketika proton hampir berhenti. Oleh karena itu ionisasi atom-atom terutama terjadi di daerah sekitar berhentinya proton (Meyerhof, 1989). Dengan demikian kerusakan sel terlokalisir di sekitar posisi proton berhenti dan efek samping berkurang sangat signifikan. Pengurangan doses secara signifikan pada jaringan normal dengan terapi proton dibandingkan dengan terapi foton telah dilaporkan oleh Chang et al (2006). Dengan memperhitungkan kedalaman jaringan kanker yang menjadi target radiasi, energi proton ditentukan agar jangkaunya tepat pada jaringan tersebut. Tidak seperti terapi radiasi foton, dimana doses terbesar diterima oleh jaringan di permukaan, pada terapi proton doses maksimum dirasakan di pusat kanker itu sendiri (Castellucci, 1998). Di dalam proses perencanaan radioterapi ini seorang fisikawan mutlak diperlukan. Sebuah pusat terapi proton The Roberts Proton Therapy Center sedang dibangun di The University of Pennsylvania's School of Medicine dan diprogramkan beroperasi pada tahun 2009. Ini merupakan pusat terapi pertama di dunia yang dibangun di sebuah kampus (US Fed News Service, 2006). Boron Neutron Capture Terapy (BNCT) Empat tahun setelah neutron ditemukan oleh J. Chadwich pada tahun 1932, seorang biofisikawan Franklin Institute Pennsylvania, G.L. Locher memperkenalkan konsep terapi tangkapan neutron. Reaksi nuklir antara inti boron dengan sebuah neutron termal yang menghasilkan inti lithium dan sebuah partikel  [10B(n, ) 7 Li] dilihat sebagai salah satu cara untuk terapi tumor. Dua buah partikel hasil reaksi tersebut mempunyai energi yang cukup untuk membunuh sel secara permanen. Partikel tersebut berjangkau gerak sangat pendek di dalam material biologis (orde mikrometer). Dengan demikian partikelpartikel ini hanya merusak sel-sel yang secara selektif mengakumulasi boron. Di dalam metode BNCT ini diperlukan 17 senyawa yang mengandung boron dan setelah dimasukkan ke dalam tubuh (secara oral maupun parenteral) memiliki sifat hanya terakumulasi di dalam sel-sel kanker dan tidak di dalam sel sehat misalnya boronophenylalanine (BPA) dan sodium borocaptate (BSH) yang telah digunakan oleh van Rij et al (2005) dalam terapi glioblastoma multiforme (GBM). Fisikawan berperan dalam menyiapkan berkas neutron yang dapat menembus tubuh dan mencapai kedalaman yang diinginkan dengan energi termal agar dapat bereaksi dengan inti boron yang telah diakumulasi di dalam sel kanker dan menghasilkan radiasi sekunder yang akan mengionisasi atom-atom dalam sel kanker dan mematikannya. Berkas neutron ini tidak hanya dapat diperoleh di instalasi reaktor nuklir, tetapi juga dapat disediakan melalui sumber neutron isotopik seperti Am-Be dan Po-Be atau sebuah mesin generator neutron (Enge, 1975). Jenis yang terakhir ini pada dasarnya adalah menabrakkan patikel (yang telah dipercepat dalam mesin akselerator) pada inti target dan menghasilkan neutron, misalnya dalam reaksi 3 H(d,n)4 He.
Terapi Pion
Pion adalah partikel elementer yang termasuk dalam keluarga meson. Pion memiliki masa 273 massa elektron sehingga dikategorikan sebagai partikel elementer menengah, dapat bermuatan listrik positif, negatif maupun netral (Littlefield dan Thorley, 1978). Pion adalah partikel yang merajut gaya untuk menjaga nukleon penyusun inti atom terikat dalam inti atom. Pion dalam keadaan menjadi partikel bebas jika sebuah inti atom ditembak dengan partikel berkecepatan tinggi (misalnya proton). Pion negatif yang dimanfaatkan di dalam terapi pion ini, berinteraksi sangat sedikit dengan atom-atom sepanjang jejaknya karena massanya yang relatif kecil dan karena bergerak mengakibatkan interaksi Coulomb juga rendah. Ketika mendekati keadaan berhenti, terjadilah interaksi Coulomb antara pion negatif ini dengan inti atom bermuatan positif dan menyebabkan inti menjadi pecah. Karena harus memenuhi kekekalan momentum, pecahan hasil reaksi tersebut menyebar ke segala arah membentuk pola seperti 18 bintang dan dinamakan bintang pion (pion star) yang memiliki daya bunuh terhadap sel dalam jangkau yang sangat pendek. Dengan demikian terapi pion ini memiliki efek samping yang sangat rendah dan disamping itu tidak diperlukan lagi atom sasaran khusus yang harus dimasukkan ke dalam tubuh agar diakumulasi di dalam jaringan kanker yang menjadi sasaran. Terapi pion masih jarang kita dengar khususnya di negara berkembang karena memerlukan fasilitas akselerator yang besar untuk menghasilkan pion. Sebagai contoh di The Clinton P. Anderson Meson Physics Facility, Los Alamos, Amerika, sebuah akselerator linear sepanjang setengah mil digunakan untuk mempercepat proton sampai energi 800 MeV (Thomsen, 1978).

sumber: http://www.fisikanet.lipi.go.id/data/1014222304/data/1391824870.pdf

Komentar